Peran Pemuda Hadapi Pasar ASEAN
Edi Setiawan ; Direktur Lingke Jakarta dan Analis Ekonomi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
OKEZONENEWS,
06 Agustus 2014
Saat
ini Indonesia masih menghadapi tantangan berat. Salah satunya posisi daya
saing Indonesia yang kembali turun. Dalam laporan The Global Competitiveness Index 2012-2013, Indonesia menempati
posisi ke-50 dari 144 negara di dunia dengan skor 4,4, atau turun 4 level
dari tahun lalu yang berada di posisi 46. Data ini selaras dengan realitas
sumber daya manusia khususnya pemuda. Posisi pemuda sebagian besar banyak
mengalami stagnasi dan distorsi akibat disoreintasi. Pemuda kehilangan elan
vitalnya sebagai salah satu agent of
change bagi kebangkitan bangsa. Saat ini pula mereka buta akan realitas
sosial yang ada, ditambah dengan perilaku individualis, pragmatis, hedonis
dan konsumtif yang menyebabkan menurunnya citra daya saing pemuda sebagai
tonggak inovasi dan kedigdayaan suatu bangsa.
Sungguh
ironis, di kawasan ASEAN saja, daya saing Indonesia sendiri berada pada
posisi ke 40, lebih baik dari Filipina di urutan 59 dan Vietnam dengan rating
70, Laos 81, Kamboja 88 atau Myanmar di posisi 139. Indonesia masih berada di
bawah Thailand dengan rating 37, Brunei Darussalam di posisi 26, dan Malaysia
di peringkat ke 24. Data ini
menunjukan posisi tawar daya saing Indonesia sedikit mengkhawatirkan
dibandingkan dengan negara tetangga. Betapa bangsa besar ini masih kurang
kompetitif dibandingkan dengan negara tetangga yang secara defacto sumber
daya alam sedikit.
Daya
saing yang kurang progresif dan malahan dicederai dengan ketidakmerataan
kreatifitas pemuda di semua level tingkatan pendidikan. Cukup mengkhawatirkan
bagi sebagian kalangan intelektual muda yang notabebe yang sering
mendengungkan gerakan inovasi dan kreasi. Padahal kelihatannya bangsa ini
punya kesempatan emas untuk terus bangkit dibandingkan negara tetangga. Kita
bisa menengok data BPS, tahun 2013 lalu jumlah pemuda mencapai 62,6 juta
orang, atau rata-rata 25 persen dari proporsi jumlah penduduk secara
keseluruhan. Berkaca pada data tersebut, kekuatan daya saing pemuda memegang
peran penting dan strategis membawa arah perjalanan bangsa, termasuk dalam menghadapi
peluang MEA 2015 yang sudah di depan mata. Pemuda dapat bertindak nyata dan
menjadi faktor kebangkitan bangsa. Sayangnya, dari sejumlah indikator, daya
saing pemuda belum menunjukkan potensi yang sebenarnya.
Setidaknya
saat ini rakyat Indonesia kehilangan uang sekira USD116 Miliar atau setara
Rp1.160 triliun setiap tahunnya. Pendapatan negara yang hilang itu berasal
dari sektor industri dan sumber daya alam, sehingga saat ini Indonesia
menghadapi situasi dari gejala negeri yang semakin lemah. Bukan itu saja,
gejala akut disorientasi terus menghantui masa depan pemuda. Seperti
diketahui, proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada tahun 2013
jumlah pemuda mencapai 62,6 juta orang. Ini artinya, rata-rata jumlah pemuda
25 persen dari proporsi jumlah penduduk secara keseluruhan. Berkaca pada data
tersebut, kaum muda memegang peran penting dan strategis membawa arah
perjalanan bangsa.
Langkah
Strategis
Dalam
menghadapi MEA 2015, amat penting bagi pemuda untuk memfokuskan diri pada
aspek-aspek fundamental dan kronis tersebut. Sebab aspek-aspek tersebut
berkontribusi dominan terhadap daya saing Indonesia menghadapi semua hubungan
ekonomi internasional. Menurut Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam
bukunya “Why Nations Faill” (2012), sebuah negara berpotensi menjadi
negara gagal akibat salah dalam pengambilan kebijakan, yakni ketika gagal
dalam membangun institusi ekonominya. Para pengambil kebijakan harus ingat
bahwa krisis di Uni Eropa dan Amerika Serikat juga terjadi akibat salah dalam
mengambil kebijakan di masa lalu dan ketidakmampuan membaca perubahan
situasi. Bukan tidak mungkin prediksi-prediksi manis tentang Indonesia di
masa depan kandas akibat kesalahan perilaku pemimpin bangsa hari ini.
Pemerintah perlu memperhatikan dengan seksama strategi pemenuhan kebutuhan
pemuda dalam menghadapi MEA 2015.
Peran
pemuda dalam menghadapi AEC 2015 sangat dibutuhkan mengingat bahwa pemuda
sebagai tonggak perubahan. Fokus terhadap pemuda mesti menjadi prioritas.
Misalnya, bagaimana menekan angka pengangguran pemuda, menciptakan ide-ide
kreatif agar para sarjana dapat semakin besar memiliki minat menjadi
wirausaha serta mampu melakukan inovasi kebijakan lainnya. Berbagai tantangan
di tingkat regional, seperti era Komunitas ASEAN 2015, misalnya, harus
diantisipasi, bagaimana menyiapkan pemuda yang mampu bersaing dan jeli
mengambil peluang pasar AEC 2015.
Salah
satu upaya untuk memberdayakan pemuda Indonesia adalah dengan penanaman dan
pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneur
skill). Diharapkan dengan penanaman entrepreneur
skill sejak dini, pemuda Indonesia mampu mendongkrak perekonomian
Indonesia di masa depan terutama dalam memasuki AEC 2015. Menghadapi berbagai
tantangan di atas, kita menaruh harapan terhadap kaum muda sebagai pewaris
masa depan. Intervensi kebijakan yang tepat bagi pemuda hari ini akan memberi
dampak bukan hanya 20 atau 30 tahun ke depan, namun bisa memberikan pengaruh
bagi satu generasi selanjutnya.
Perlunya
pemuda memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi.
Untuk merangsang pemuda untuk berkonstribusi dalam pemberdayaan UMKM dan
koperasi salah satunya adalah diberikan kebebasan dalam berkreasi dan
berinovasi, pemberian kredit selektif di mana kredit ini diberikan hanya
kepada peminjam yang ingin berwirausaha, pemberian penghargaan kepada
wirausaha muda, dan pemberian pelatihan kewirausahaan sejak dini.
Perlunya
Asketisme
Agar
generasi baru pemuda dapat menentukan perbaikan negara di masa depan,
diperlukan upaya serius untuk membangun karakter mereka. Salah satu karakter
yang sangat penting ditanamkan adalah asketisme bagi pembentukan karakter
pemuda. Asketisme bisa dibuat tameng yang akan dapat menjaga idealisme
senantiasa bertahan di tengah-tengah
godaan pragmatisme yang kian deras. Salah satu yang patut dievaluasi adalah
persoalan pendidikan yang menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk
menanamkan karakter kepemimpinan pemuda ke depan.
Pendidikan
kreatifitas ini bisa diberikan oleh lembaga-lembaga formal yang memang
didesain fokus untuk itu, ataupun oleh lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang membawa misi
transformasi nilai. Lembaga-lembaga tersebut harus memainkan peran untuk
melakukan pembangunan kembali karakter kaum muda dengan karakter-karakter
yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa. Kelompok-kelompok idealis yang
saat ini sangat minimalis, harus melakukan upaya konsisten untuk membangun
karakter luhur itu, tanpa peduli pandangan mata sinis dan penuh keheranan.
Dunia
kreatifitas sangat diperlukan menyongsong AEC 2015. Apalagi perdagangan bebas
tidak dapat dihindarkan lagi. Bila pemuda masih berpangku tangan untuk tidak
melakukan inovasi apalagi kreasi, otomatis masa depan bangsa ini akan semakin
terkubur hidup-hidup oleh negara tetangga yang sudah siap secara ide, praktik
bahkan materi. Semoga pemuda makin sadar akan peran pentingnya bagi kemajuan
bangsa ini.
0 komentar:
Post a Comment
Berilah komentar anda dengan bijak